Selasa, 27 Maret 2012

Politik (dalam) Islam


Politik di dalam istilah agama Islam disebut dengan siyasah. Menurut bahasa siyasah berarti “mengatur dan melaksanakan suatu urusan”. Sedangkan menurut istilah, politik atau siyasah Islamiyah yaitu mengatur urusan umat untuk kebaikan yang kembali kepada individu dan jama’ah kaum muslimin.
Dasar politik Islam adalah ‘aqidah Islamiyah, yaitu tauhid : mengesakan Alloh ta’ala dalam semua sisi kehidupan. Sehingga politik Islam tidak dibatasi oleh batas-batas geografi, suku bangsa, ras atau pun ikatan-ikatan emosional yang lainnya. Yang demikian karena politik Islam tidak bisa terlepas dari tujuan hidup manusia, yaitu ibadah kepada Alloh ta’ala. Berikut ciri-ciri Politik Islam :

1. Robbaniyah
Robbaniyah yaitu penyusunan sistem politik Islam ini bersumber dari wahyu Alloh ‘azza wa jalla yaitu Al-Qur’an dan Hadits-Hadits yang shohih. Para pelaku Politik Islam pun memaksudkan dengan aktivitas politiknya tersebut semata-mata mencari keridhoan dan pahala dari Alloh ’azza wa jalla. Hal ini berbeda dengan politik demokrasi yang bertujuan berebut pengaruh dan kursi di parlemen. Berbeda pula dengan politik monarkhi yang bertujuan melanggengkan kekuasaan sebuah dinasti.
2. Syumul
Syumul yaitu meliputi semua urusan dan perkara duniawiyah maupun ukhrowiyah, karena ajaran Islam meliputi semua sisi kehidupan manusia. Yang demikian berbeda dengan konsep sekulerisme yang hanya mementingkan urusan dunia semata. Walau pun demikian, sistem Politik Islam berbeda dengan sistem theokrasi yang menjadikan para agamawan memonopoli secara ekstrim kekuasaan di sebuah negara atau masyarakat, sebagaimana hal yang demikian pernah terjadi di daratan Eropa pada abad pertengahan masehi yang menjadikan masyarakat memprotes dominasi Gereja yang berlebihan dalam mencampuri urusan negara dan masyarakat ketika itu. Meskipun ajaran agama Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, tetapi agama Islam tidak mengekang manusia dalam berkreatifitas seputar bidang-bidang duniawiyah, seperti di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sistem Politik Islam pun hanyalah memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan politik praktis agar tidak melanggar kaidah dasar yang merujuk kepada ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu kita bisa melihat kebijakan yang berbeda-beda dari para kholifah yang termasuk dalam Khulafa Ar-Rosyidun, yaitu : Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman dan ’Ali rodhiyallohu ’anhum ajma’in. Pada zaman Abu Bakar rodhiyallohu ’anhu sistem politik lebih di arahkan untuk menjaga keutuhan Negara dan mempertahankannya. Yang demikian karena pada zaman beliau, muncul berbagai macam pembangkangan, ancaman dan gangguan baik di dalam negeri atau pun yang berasal dari luar negeri. Pada zaman ’Umar bin Khoththob rodhiyalloohu ’anhu, beliau mulai mengadakan perombakan sistem politik, seperti mulai mengangkat tentara secara resmi yang mendapat gaji dari negara, menetapkan kalender hijriyah, mengadakan jawatan pos dan lain-lain. Begitu pula kebijakan pada zaman ’Utsman bin ’Affan rodhiyallohu ’anhu yang mengizinkan para Shahabat untuk berdomisili di luar kota Madinah, membentuk angkatan laut pertama dalam Islam dan lain-lain. Pada zaman ’Ali bin Abi Tholib rodiyallohu ’anhu, beliau juga mengadakan banyak perombakan, di antaranya adalah memindahka ibu kota dari Madinah ke Kufah. Begitu pula sikap Imam Malik bin Anas rohimahulloh yang menolak tawaran Kholifah Abdul Malik bin Marwan dan Kholifah Harun Ar-Rosyid yang hendak menetapkan Kitab Al-Muwaththo’ karya beliau sebagai kitab hadits resmi negara, karena beliau tidak mau memaksakan madzhabnya sebagai madzhab negara. Semua contoh di atas menunjukkan bahwa syumul yang ada di dalam Politik Islam tidak membatasi gerak kaum muslimin untuk melakukan pembaharuan di dalam aktivitas berpolitik selama tidak melanggar aturan dan norma agama Islam.
3. ‘Alamiyah
Universalitas Politik Islam menunjukkan Politik Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman dan cocok diterapkan di masyarakat manapun di dunia. Karena agama Islam juga agama yang tepat untuk semua zaman dan cocok untuk semua daerah di dunia ini.
4. Wasthiyah
Sifat pertengahan adalah ciri khas ajaran Islam, sehingga Politik Islam pun mengikut sifat tengah-tengah ini. Yaitu tidak berlebihan dalam satu sisi aktivitas berpolitik dan tidak pula mengabaikannya. Sehingga Politik Islam berada di tengah-tengah antara sistem diktator para raja-raja dan sistem demokrasi para politikus oportunis.
5. Muwafiqotul Fithroh
Politik Islam akan selalu sesuai dengan fitrah atau sifat dasar manusia. Sebagaimana ajaran agama Islam yang sesuai dengan fithrah manusia, maka Politik Islam pun demikian juga. Politik Islam menetapkan hak dan kewajiban yang berimbang untuk Pemerintah dan rakyatnya.
6. Nizhomul Akhlaq
Politik Islam selalu menekankan kepada pembinaan akhlak yang mulia, sikap adil dan bijaksana, menghidupkan berbagai sifat-sifat yang mulai dan perbuatan-perbuatan yang terpuji, melarang segala perbuatan yang rendah dan tercela. Sehingga Politik Islam tidak pernah melegalkan perjudian, pelacuran, miras dan narkoba apa pun alasannya, karena semua itu diharamkan oleh agama.
Keberadaan Politik Islam di sebuah daerah ditandai dengan adanya perhatian yang serius kepada pembinaan akhlak yang mulia, memegang teguh sikap adil, memberikan perhatian kepada pembentukan keluarga sakinah, memuliakan hak-hak wanita di masyarakat dan memberikan tanggung jawab yang proporsional kepada seluruh unsur masyarakat untuk kebaikan masyarakat dan Negara.
POLITIK DALAM NEGERI
Politik Dalam Negeri ditekankan kepada menghidupkan akhlak mulia, melenyapkan segala perbuatan keji dan mungkar, menggiatkan ibadah kepada Alloh dan melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan, sebagaimana tersebut dalam firman Alloh ta’ala :
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar serta perbuatan keji, bila mereka marah mereka akan mema’afkan Dan orang-orang yang menjawab panggilan Tuhannya, menegakkan sholat, adapun perkara di antara mereka mereka selesaikan dengan musyawarah, dan mereka menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka.” ( Qs. Asy-Syuro : 37 - 38 )
Jaminan keamaan Dalam Negeri diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan hokum qishosh dan had yang dilaksanakan seadil-adilnya, sebagaimana firman Alloh ta’ala :
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bagi kalian di dalam hukum qishoh terdapat kehidupan wahai orang-orang yang memiliki hati ( akal ) agar kalian bertaqwa.” ( Qs. Al-Baqoroh : 179 )
Tanggung jawab pertahanan Dalam Negeri juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh Umat Islam. Demikian pula peran serta dalam mengelola Negara dengan prinsip nasihat-menasihati, sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam :
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya : “Untuk siapa ?” Rosululloh menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mematuhi Rosul-Nya, nasihat untuk para pemimpin dan orang-orang umumnya.” ( HR Muslim )
POLITIK LUAR NEGERI
Politik Luar Negeri diwujudkan dalam bentuk Da’wah, Jihad melawan musuh-musuh agama dan musuh Umat Islam, mengirimkan delegasi dan pembukaan hubungan diplomatik, mengadakan perjanjian dan kesepakatan dalam berbagai bidang kehidupan internasional dengan negara-negara lain.

sumber : http://dakwah.net46.net/?p=140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar