Jumat, 30 Maret 2012

100 Kalimat Mahal Dalam Lirik Lagu Iwan Fals



1. “Berhentilah jangan salah gunakan, kehebatan ilmu pengetahuan untuk menghancurkan”.

2. “Hei jangan ragu dan jangan malu, tunjukkan pada dunia bahwa sebenarnya kita mampu”.

3. “Cepatlah besar matahariku, menangis yang keras janganlah ragu, hantamlah sombongnya dunia buah hatiku, doa kami dinadimu”.

4. “Jalan masih teramat jauh, mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh”.

5. “Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari, bila luka di kaki belum terobati”.

6. “Riak gelombang suatu rintangan, ingat itu pasti kan datang, karang tajam sepintas seram, usah gentar bersatu terjang”.

7. “Aku tak sanggup berjanji, hanya mampu katakan aku cinta kau saat ini, entah esok hari, entah lusa nanti, entah”.

8. “Mengapa bunga harus layu?, setelah kumbang dapatkan madu, mengapa kumbang harus ingkar?, setelah bunga tak lagi mekar”.

9. “Ternyata banyak hal yang tak selesai hanya dengan amarah”.

10. “Dalam hari selalu ada kemungkinan, dalam hari pasti ada kesempatan”.

11. “Kota adalah hutan belantara akal kuat dan berakar, menjurai didepan mata siap menjerat leher kita”.

12. “Jangan kita berpangku tangan, teruskan hasil perjuangan dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan”.

13. “Jangan ragu jangan takut karang menghadang, bicaralah yang lantang jangan hanya diam”.

14. “Kau anak harapanku yang lahir di zaman gersang, segala sesuatu ada harga karena uang”.

15. “Sampai kapan mimpi mimpi itu kita beli?, sampai nanti sampai habis terjual harga diri”.

16. “Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu”.

17. “Memang usia kita muda namun cinta soal hati, biar mereka bicara telinga kita terkunci”.

18. “Dendam ada dimana mana di jantungku, di jantungmu, di jantung hari-hari”.

19. “Hangatkan tubuh di cerah pagi pada matahari, keringkan hati yang penuh tangis walau hanya sesaat”.

20. “Kucoba berkaca pada jejak yang ada, ternyata aku sudah tertinggal, bahkan jauh tertinggal''.

21. “Oh ya! ya nasib, nasibmu jelas bukan nasibku, oh ya! ya takdir, takdirmu jelas bukan takdirku”.

22. “Wahai kawan hei kawan, bangunlah dari tidurmu, masih ada waktu untuk kita berbuat, luka di bumi ini milik bersama, buanglah mimpi-mimpi”.

23. “Api revolusi, haruskah padam digantikan figur yang tak pasti?”.

24. “Kalau cinta sudah di buang, jangan harap keadilan akan datang”.

25. “Kesedihan hanya tontonan, bagi mereka yang diperkuda jabatan”.

26. “Orang tua pandanglah kami sebagai manusia, kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta”.

27. “Satu luka perasaan, maki puji dan hinaan, tidak merubah sang jagoan menjadi makhluk picisan”.

28. “Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata kata”.

29. “Mereka yang pernah kalah, belum tentu menyerah”.

30. “Aku rasa hidup tanpa jiwa, orang yang miskin ataupun kaya sama ganasnya terhadap harta”.

31. “Orang orang harus dibangunkan, kenyataan harus dikabarkan, aku bernyanyi menjadi saksi”.

32. “Ingatlah Allah yang menciptakan, Allah tempatku berpegang dan bertawakal, Allah maha tinggi dan maha esa, Allah maha lembut”.

33. “Kebimbangan lahirkan gelisah, jiwa gelisah bagai halilintar”.

34. “Bagaimanapun aku harus kembali, walau berat aku rasa kau mengerti”.

35. “Alam semesta menerima perlakuan sia sia, diracun jalan napasnya diperkosa kesuburannya”.

36. “Duhai langit, duhai bumi, duhai alam raya, kuserahkan ragaku padamu, duhai ada, duhai tiada, duhai cinta, ku percaya”.

37. “Dimana kehidupan disitulah jawaban”.

38. “Ada dan tak ada nyatanya ada”.

39. “Aku sering ditikam cinta, pernah dilemparkan badai, tapi aku tetap berdiri”.

40. “Aku mau jujur jujur saja, bicara apa adanya, aku tak mau mengingkari hati nurani”.

41. “Bibirku bergerak tetap nyanyikan cinta walau aku tahu tak terdengar, jariku menari tetap tak akan berhenti sampai wajah tak murung lagi”.

42. “Mengapa besar selalu menang?, bebas berbuat sewenang wenang, mengapa kecil selalu tersingkir?, harus mengalah dan menyingkir”.

43. “Angin pagi dan nyanyian sekelompok anak muda mengusik ingatanku, aku ingat mimpiku, aku ingat harapan yang semakin hari semakin panjang tak berujung”.

44. “Jalani hidup, tenang tenang tenanglah seperti karang”.

45. “Sebentar lagi kita akan menjual air mata kita sendiri, karena air mata kita adalah air kehidupan”.

46. “Kita harus mulai bekerja, persoalan begitu menantang, satu niat satulah darah kita, kamu adalah kamu aku adalah aku”.

47. “Kenapa kebenaran tak lagi dicari?, sudah tak pentingkah bagi manusia?”

48. “Kenapa banyak orang ingin menang?, apakah itu hasil akhir kehidupan?”.

49. “Anjingku menggonggong protes pada situasi, hatiku melolong protes pada kamu”.

50. “Biar keadilan sulit terpenuhi, biar kedamaian sulit terpenuhi, kami berdiri menjaga dirimu”.

51. “Apa jadinya jika mulut dilarang bicara?, apa jadinya jika mata dilarang melihat?, apa jadinya jika telinga dilarang mendengar?, jadilah robot tanpa nyawa yang hanya mengabdi pada perintah”.

52. “Tertawa itu sehat, menipu itu jahat”.

53. “Nyanyian duka nyanyian suka, tarian duka tarian suka, apakah ada bedanya?”

54. “Waktu terus bergulir, kita akan pergi dan ditinggal pergi”.

55. “Pelan-pelan sayang kalau mulai bosan, jangan marah-marah nanti cepat mati, santai sajalah”.

56. “Mau insaf susah, desa sudah menjadi kota”.

57. “Pertemuan dan perpisahan, dimana awal akhirnya?, dimana bedanya?”.

58. “Jika kata tak lagi bermakna, lebih baik diam saja”.

59. “Bagaimana bisa mengerti?, sedang kita belum berpikir, bagaimana bisa dianggap diam?, sedang kita belum bicara”.

60. “Aku bukan seperti nyamuk yang menghisap darahmu, aku manusia yang berbuat sesuai aturan dan keinginan”.

61. “Oh susahnya hidup, urusan hati belum selesai, rumah tetangga digusur raksasa, pengusaha zaman merdeka”.

62. “Aku disampingmu begitu pasti, yang tak kumengerti masih saja terasa sepi”.

63. “Sang jari menari jangan berhenti, kupasrahkan diriku digenggaman-Mu”.

64. “Lepaslah belenggu ragu yang membelit hati, melangkah dengan pasti menuju gerbang baru”.

65. “Berani konsekuen pertanda jantan”.

66. “Dengarlah suara bening dalam hatimu, biarlah nuranimu berbicara”.

67. “Matinya seorang penyaksi bukan matinya kesaksian”.

68. “Bertahan hidup harus bisa bersikap lembut, walau hati panas bahkan terbakar sekalipun”.

69. “Jangan goyah percayalah teman perang itu melawan diri sendiri, selamat datang kemerdekaan kalau kita mampu menahan diri”.

70. “Berdoalah sambil berusaha, agar hidup jadi tak sia-sia”

71. “Harta dunia jadi penggoda, membuat miskin jiwa kita”.

72. “Memberi itu terangkan hati, seperti matahari yang menyinari bumi”.

73. “Jangan heran korupsi menjadi jadi, habis itulah yang diajarkan”.

74. “Gelombang cinta gelombang kesadaran merobek langit yang mendung, menyongsong hari esok yang lebih baik”.

75. “Terhadap yang benar saja sewenang wenang, apalagi yang salah”.

76. “Begitu mudahnya nyawa melayang, padahal tanpa diundang pun kematian pasti datang”.

77. “Dunia kita satu, kenapa kita tidak bersatu?”.

78. “Urus saja moralmu urus saja akhlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau”.

79. “Di lumbung kita menabung, datang paceklik kita tak bingung”.

80. “Tutup lubang gali lubang falsafah hidup jaman sekarang”.

81. “Buktikan buktikan!, kalau hanya omong burung beo pun bisa”.

82. “Dunia politik dunia bintang, dunia hura hura para binatang”.

83. “Dewa-dewa kerjanya berpesta, sambil nyogok bangsa manusia”.

84. “Tanam-tanam pohon kehidupan, siram siram sirami dengan sayang, tanam tanam tanam masa depan, benalu-benalu kita bersihkan”.

85. “Ada apa gerangan mengapa mesti tergesa gesa, tak bisakah tenang menikmati bulan penuh dan bintang”.

86. “Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya, soal lama pergi soal baru datang”.

87. “Jaman berubah perilaku tak berubah, orang berubah tingkah laku tak berubah”.

88. “Satu hilang seribu terbilang, patah tumbuh hilang berganti”.

89. “Hidup ini indah berdua semua mudah, yakinlah melangkah jangan lagi gelisah”.

90. “Tak ada yang lepas dari kematian, tak ada yang bisa sembunyi dari kematian, pasti”.

91. “Ada kamu yang mengatur ini semua tapi rasanya percuma, ada juga yang janjikan indahnya surga tapi neraka terasa”.

92. “Hukum alam berjalan menggilas ludah, hukum Tuhan katakan “Sabar!”.

93. “Yang pasti hidup ini keras, tabahlah terimalah”.

94. “Oh negeriku sayang bangkit kembali, jangan berkecil hati bangkit kembali”.

95. “Oh yang ditinggalkan tabahlah sayang, ini rahmat dari Tuhan kita juga pasti pulang”.

96. “Tuhan ampunilah kami, ampuni dosa-dosa kami, ampuni kesombongan kami, ampuni bangsa kami, terimalah disisi-Mu korban bencana ini”.

97. “Nyatakan saja apa yang terasa walau pahit biasanya, jangan disimpan jangan dipendam, merdekakan jiwa”.

98. “Usiamu tak lagi muda untuk terus terusan terjajah, jangan lagi membungkuk bungkuk agar dunia mengakuimu”.

99. “Kau paksa kami untuk menahan luka ini, sedangkan kau sendiri telah lupa”.

100. “Oh Tuhan tolonglah, lindungi kami dari kekhilafan, oh ya Tuhan tolonglah, Ramadhan mengetuk hati orang orang yang gila perang”.


sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=265646318&postcount=1

Selasa, 27 Maret 2012

Politik (dalam) Islam


Politik di dalam istilah agama Islam disebut dengan siyasah. Menurut bahasa siyasah berarti “mengatur dan melaksanakan suatu urusan”. Sedangkan menurut istilah, politik atau siyasah Islamiyah yaitu mengatur urusan umat untuk kebaikan yang kembali kepada individu dan jama’ah kaum muslimin.
Dasar politik Islam adalah ‘aqidah Islamiyah, yaitu tauhid : mengesakan Alloh ta’ala dalam semua sisi kehidupan. Sehingga politik Islam tidak dibatasi oleh batas-batas geografi, suku bangsa, ras atau pun ikatan-ikatan emosional yang lainnya. Yang demikian karena politik Islam tidak bisa terlepas dari tujuan hidup manusia, yaitu ibadah kepada Alloh ta’ala. Berikut ciri-ciri Politik Islam :

1. Robbaniyah
Robbaniyah yaitu penyusunan sistem politik Islam ini bersumber dari wahyu Alloh ‘azza wa jalla yaitu Al-Qur’an dan Hadits-Hadits yang shohih. Para pelaku Politik Islam pun memaksudkan dengan aktivitas politiknya tersebut semata-mata mencari keridhoan dan pahala dari Alloh ’azza wa jalla. Hal ini berbeda dengan politik demokrasi yang bertujuan berebut pengaruh dan kursi di parlemen. Berbeda pula dengan politik monarkhi yang bertujuan melanggengkan kekuasaan sebuah dinasti.
2. Syumul
Syumul yaitu meliputi semua urusan dan perkara duniawiyah maupun ukhrowiyah, karena ajaran Islam meliputi semua sisi kehidupan manusia. Yang demikian berbeda dengan konsep sekulerisme yang hanya mementingkan urusan dunia semata. Walau pun demikian, sistem Politik Islam berbeda dengan sistem theokrasi yang menjadikan para agamawan memonopoli secara ekstrim kekuasaan di sebuah negara atau masyarakat, sebagaimana hal yang demikian pernah terjadi di daratan Eropa pada abad pertengahan masehi yang menjadikan masyarakat memprotes dominasi Gereja yang berlebihan dalam mencampuri urusan negara dan masyarakat ketika itu. Meskipun ajaran agama Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, tetapi agama Islam tidak mengekang manusia dalam berkreatifitas seputar bidang-bidang duniawiyah, seperti di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sistem Politik Islam pun hanyalah memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan politik praktis agar tidak melanggar kaidah dasar yang merujuk kepada ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu kita bisa melihat kebijakan yang berbeda-beda dari para kholifah yang termasuk dalam Khulafa Ar-Rosyidun, yaitu : Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman dan ’Ali rodhiyallohu ’anhum ajma’in. Pada zaman Abu Bakar rodhiyallohu ’anhu sistem politik lebih di arahkan untuk menjaga keutuhan Negara dan mempertahankannya. Yang demikian karena pada zaman beliau, muncul berbagai macam pembangkangan, ancaman dan gangguan baik di dalam negeri atau pun yang berasal dari luar negeri. Pada zaman ’Umar bin Khoththob rodhiyalloohu ’anhu, beliau mulai mengadakan perombakan sistem politik, seperti mulai mengangkat tentara secara resmi yang mendapat gaji dari negara, menetapkan kalender hijriyah, mengadakan jawatan pos dan lain-lain. Begitu pula kebijakan pada zaman ’Utsman bin ’Affan rodhiyallohu ’anhu yang mengizinkan para Shahabat untuk berdomisili di luar kota Madinah, membentuk angkatan laut pertama dalam Islam dan lain-lain. Pada zaman ’Ali bin Abi Tholib rodiyallohu ’anhu, beliau juga mengadakan banyak perombakan, di antaranya adalah memindahka ibu kota dari Madinah ke Kufah. Begitu pula sikap Imam Malik bin Anas rohimahulloh yang menolak tawaran Kholifah Abdul Malik bin Marwan dan Kholifah Harun Ar-Rosyid yang hendak menetapkan Kitab Al-Muwaththo’ karya beliau sebagai kitab hadits resmi negara, karena beliau tidak mau memaksakan madzhabnya sebagai madzhab negara. Semua contoh di atas menunjukkan bahwa syumul yang ada di dalam Politik Islam tidak membatasi gerak kaum muslimin untuk melakukan pembaharuan di dalam aktivitas berpolitik selama tidak melanggar aturan dan norma agama Islam.
3. ‘Alamiyah
Universalitas Politik Islam menunjukkan Politik Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman dan cocok diterapkan di masyarakat manapun di dunia. Karena agama Islam juga agama yang tepat untuk semua zaman dan cocok untuk semua daerah di dunia ini.
4. Wasthiyah
Sifat pertengahan adalah ciri khas ajaran Islam, sehingga Politik Islam pun mengikut sifat tengah-tengah ini. Yaitu tidak berlebihan dalam satu sisi aktivitas berpolitik dan tidak pula mengabaikannya. Sehingga Politik Islam berada di tengah-tengah antara sistem diktator para raja-raja dan sistem demokrasi para politikus oportunis.
5. Muwafiqotul Fithroh
Politik Islam akan selalu sesuai dengan fitrah atau sifat dasar manusia. Sebagaimana ajaran agama Islam yang sesuai dengan fithrah manusia, maka Politik Islam pun demikian juga. Politik Islam menetapkan hak dan kewajiban yang berimbang untuk Pemerintah dan rakyatnya.
6. Nizhomul Akhlaq
Politik Islam selalu menekankan kepada pembinaan akhlak yang mulia, sikap adil dan bijaksana, menghidupkan berbagai sifat-sifat yang mulai dan perbuatan-perbuatan yang terpuji, melarang segala perbuatan yang rendah dan tercela. Sehingga Politik Islam tidak pernah melegalkan perjudian, pelacuran, miras dan narkoba apa pun alasannya, karena semua itu diharamkan oleh agama.
Keberadaan Politik Islam di sebuah daerah ditandai dengan adanya perhatian yang serius kepada pembinaan akhlak yang mulia, memegang teguh sikap adil, memberikan perhatian kepada pembentukan keluarga sakinah, memuliakan hak-hak wanita di masyarakat dan memberikan tanggung jawab yang proporsional kepada seluruh unsur masyarakat untuk kebaikan masyarakat dan Negara.
POLITIK DALAM NEGERI
Politik Dalam Negeri ditekankan kepada menghidupkan akhlak mulia, melenyapkan segala perbuatan keji dan mungkar, menggiatkan ibadah kepada Alloh dan melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan, sebagaimana tersebut dalam firman Alloh ta’ala :
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar serta perbuatan keji, bila mereka marah mereka akan mema’afkan Dan orang-orang yang menjawab panggilan Tuhannya, menegakkan sholat, adapun perkara di antara mereka mereka selesaikan dengan musyawarah, dan mereka menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka.” ( Qs. Asy-Syuro : 37 - 38 )
Jaminan keamaan Dalam Negeri diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan hokum qishosh dan had yang dilaksanakan seadil-adilnya, sebagaimana firman Alloh ta’ala :
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bagi kalian di dalam hukum qishoh terdapat kehidupan wahai orang-orang yang memiliki hati ( akal ) agar kalian bertaqwa.” ( Qs. Al-Baqoroh : 179 )
Tanggung jawab pertahanan Dalam Negeri juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh Umat Islam. Demikian pula peran serta dalam mengelola Negara dengan prinsip nasihat-menasihati, sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam :
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya : “Untuk siapa ?” Rosululloh menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mematuhi Rosul-Nya, nasihat untuk para pemimpin dan orang-orang umumnya.” ( HR Muslim )
POLITIK LUAR NEGERI
Politik Luar Negeri diwujudkan dalam bentuk Da’wah, Jihad melawan musuh-musuh agama dan musuh Umat Islam, mengirimkan delegasi dan pembukaan hubungan diplomatik, mengadakan perjanjian dan kesepakatan dalam berbagai bidang kehidupan internasional dengan negara-negara lain.

sumber : http://dakwah.net46.net/?p=140

Kebaikan kepada semua makhluk


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِ بِطَرِيْقِ اشَّتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشَ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيْهَا وَشَرِبَ, ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْحَثُ يَأكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِيْ كَانَ بَلَغَ بِيْ, فَنَزَلَ الْبِئرَ فَمَلأَ خُفَّهُ ثُمَّ أمْسَكَهُ بِفِيْهِ فَسَقَى الْكَلْبَ, فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ. قَالُوْا يَارَسُوْلَ الله : وَإنَّ لَنَا فِيْ الْبَهَائِمِ أجْرًا ؟ فَقَالَ : فِيْ كُلِّ ذَاتٍ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أجْرٌ ( رواه البخري و مسلم )
Dari Abu Hurairah d, bahwasannya Nabi Muhammad  beliau bersabda:”Pada suatu hari ada seorang laki-laki sedang dalam perjalanan. Di tengah jalan, dia mengalami haus yang amat sangat. Maka ketika dia menemukan sumur diapun kemudian turun kedalamnya. Kemudian ketika dia keluar, dia melihat seekor anjing bernafas dengan cepat sambil mengulurkan lidah, sambil menjilati pasir karena hausnya. Maka orang tadi berkata: “sungguh anjing ini telah mengalami haus sebagaiman rasa haus yang aku alami. “Kemudian dia turun kembali ke dalam sumur dan menggunakan sepatunya serta memegangnya dengan dengan mulutnya. Setelah keluar diberikan air tersebut kepada anjing tersebut. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya. “Kemudian para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah berbuat baik kepada binatang bagi kami ada pahalanya?”Maka Rasulullah j bersabda: “Pada setiap manusia dan hewan yang padanya ada ruh dan kehidupan terdapat pahala”. (H.R. Bukhari dan Muslim ) Makna dari hadits: Nabi Muhammad  menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang tengah dalam perjalanan. Dia mengalami rasa haus yang teramat sangat. Kemudian dia menemukan sumur, lalu dia turun kedalamnya dan meminumnya. Ketika keluar darinya dia melihat seekor anjing menjilati pasir karena rasa hausnya yang teramat sangat. Maka dia merasa iba karena anjing tersebut mengalami haus yang teramat sangat seperti kejadian yang menimpanya. Kemudian dia turun kedalam sumur dan memenuhi sepatunya dengan air karena dia tidak mendapati sesuatu yang dapat digunakan untuk mengambil air. Kemudian dia menggigit sepatunya dengan mulut agar bisa keluar dari sumur, setelah keluar diberikannya air tersebut kepada anjing tadi. Maka Allah berterima kasih padanya dan mengampuni dosa-dosanya. Ketika para sahabat mendengar kisah tersebut, maka mereka bertanya: “Apakah berbuat baik kepada hewan ada pahalanya? Maka Nabi Muhammad  menjawab, bahwasannya berbuat baik pada setiap manusia maupun hewan terdapat pahala dari Allah Yang Maha Mulia.
Mutiara Faedah Hadits:
1. Pahala yang besar bagi siapa saja yang memberikan air bagi yang membutuhkan
2. Pahala dapat diperoleh dengan berbuat baik kepada manusia maupun hewan.
3. Pintu kebaikan sangatlah banyak, diantaranya memudahkan urusan kaum muslimin.

Hak guna jalan


عَنْ أبِيْ سَعِيدٍ الخُدْرِىِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ, أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إياَّكُمْ وَالجُلُوْسَ بِالطُّرُقَاتِ ” فَقَالُوا يَارَسُوْلَ الله مَالَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ. نَتَحَدَّثُ فِيْهَا. فَقَالَ فَإذَا أبَيْتُمُ ِالا المَجَالِسَ فَأعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ” فَقَالُوْا وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ يَارَسُوْلَ الله ؟ قَالَ: غَضُّ البَصَرِ, وَكَفُّ الأذى, وَرَدُّ السَّلامِ, وَالأَمْرُ بِالَمعْرُفِ وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ ( رواه البخري و مسلم )

Dari Abu Sa’id Al-Khudri d bahwasanya Nabi Muhammad  bersabda: “Jauhilah oleh kamu sekalian untuk duduk-duduk di tepi jalan,”Maka para sahabat bertanya:”Kami duduk-duduk di tepi jalan ada keperluannya. Karena kami bercakap-cakap di tepi jalan tersebut, maka Rasulullah j bersabda:”Apabila kamu sekalian tidak bisa meninggalkan untuk tidak duduk-duduk di tepi jalan, maka berikan hak jalan.”Mereka bertanya: Apa hak jalan itu ya Rasulallah? “Rasulullah j bersabda: ”Tundukan pandangan, hilangkan aral dan jangan menjadi aral, menjawab salam, dan perintahkan kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar. ( Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Dawud ) Makna Hadits: Nabi Muhammad  melarang para sahabat beliau untuk duduk-duduk di tepi jalan. Tapi para sahabat menyebutkan bahwasannya mereka tidak bisa meninggalkan duduk-duduk di tepi jalan. Sebab jalan tersebut adalah tempat mereka untuk duduk-duduk dan bercakap-cakap. Maka Nabi Muhammad  memerintahkan kepada mereka ketika duduk-duduk di tepi jalan, hendaklah mereka memberikan hak jalan, yaitu:

1. Menundukan pandangan. Tidak boleh bagi orang yang duduk-duduk di tepi jalan untuk memandang sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh syari’at.

2. Meghilangkan aral. Tidak boleh bagi orang yang duduk-duduk di tepi jalan menggangu orang yang sedang lewat di jalan baik dengan perkataan ataupun perbuatan.

3. Menjawab salam. Jika seseorang memberikan salam kepada orang yang duduk-duduk maka hendaklah menjawab ”Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.”

4. Memerintahkan kepada yang ma’ruf: Yaitu hendaklah orang yang duduk-duduk di tepi jalan memerintahkan kepada orang yang berjalan di jalan tersebut untuk mengamalkan yang baik, jika itu diperlukan.

5. Mencegah dari kemungkaran. Yaitu jika orang yang duduk-duduk di tepi jalan melihat seseorang melakukan perbuatan yang menyelisihi syari’at, maka dia harus menasehatinya dan mencegahnya dari perbuatan tersebut.

Mutiara Faedah Hadits:

1. Seutama-utama manusia adalah orang yang meninggalkan duduk-duduk di tepi jalan.

2. Barang siapa yang duduk-duduk di tepi jalan, maka hendaklah menunaikan hak jalan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.

Senin, 19 Maret 2012

hukum waris 2


2.   Pengaruh Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama.
Produk hukum ini memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama Islam untuk memeriksa dan memutus perkara waris bagi orang-orang yang beragama islam (penerapan asas personal). Dengan diterbitkannnya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 mempertegas diberlakukannya Politik Hukum Nasional yang tidak lagi mengenal pergolongan penduduk, terlihat dari di perluasnya kewenangan mengadili dari Pengadilan Agama untuk memeriksa dan menyelesaikan pembagian warisan bagi WNI yang beragama islam, dan di perkenalkannya suatu opsi hukum (choice of law). Kemudian dengan di telah diterbitkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama semakin memperjelas politik hukum nasional dengan mempertegas diterapkannya asas personal bagi WNI yang  beragama Islam setiap perkara warisan diselesaikan di Pengadilan Agama dengan menghilangkan opsi hukum.
Opsi Hukum atau Choice of Law dapat digambarkan dalam beberapa tahap, yaitu ; Sebelum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, setelah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, dan setelah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama Islam untuk memeriksa dan memutus perkara waris bagi orang-orang yang beragama Islam  (penerapan asas personal), hal tersebut berdasarkan pasal 49 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang merupakan kewenangan absolut Pengadilan Agama. Artinya bagi orang-orang yang beragama Islam dapat mengajukan perkara warisnya ke Pengadilan Negeri untuk diperiksa dan diputus menurut Hukum Waris Adat atau ke Pengadilan Agama untuk diperiksa dan diputus menurut Hukum Waris Islam.
Lebih konkritnya, berdasarkan pasal 49 ayat 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 maka Pengadilan Agama bertugas dan berwenang  memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang Islam di bidang ;
a)      Perkawinan;
b)      Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum islam;
c)      Wakaf dan shadaqah.
Kewenangan tersebut dipertegas lagi dalam pasal 49 ayat 3 Undang-Undang 1989, yaitu ; Bidang Kewarisan yang dimaksud ialah penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Namun terdapat pembatasan terhadap ketentuan tersebut sebagaimana ketentuan yang ditegaskan dalam pasal 50 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yaitu jika terjadi sengketa hak milik atau kepedataan lain dalam perkara sebagimana yang dimaksud dalam pasal 49, maka objek sengketa harus harus diputus terlebih lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Kemudian kewenangan Pengadilan Agama dihadapkan pada hak yang dimiliki pencari keadilan untuk mempertimbangkan pemilihan hukum yang akan digunakan dalam pembgaian warisan.
Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui SEMA NO. 2 Tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, khususnya pengaturan mengenai pilihan hukum, pilihan hukum merupakan masalah yang terletak diluar badan peradilan, dan berlaku bagi mereka atau golongan rakyat yang hukum warisnya tunduk pada hukum adat dan/atau hukum islam, atau tunduk pada hukum perdata barat (BW) dan/atau hukum Islam, dimana mereka boleh memilih hukum adat atau hukum perdata barat (BW) yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri atau memilih hukum Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama.
Secara historis politik hukum mulai bergeser, arah politik hukum mulai berubah, yaitu pada jaman Pemerintah Hindia Belanda politik hukumnya berorientasi pada pergolongan penduduk kemudian di teruskan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan sedikit-sedikit dan secara bertahap dilakukan perubahan kearah politik hukum nasional yang menghendaki hanya ada satu golongan penduduk yaitu warga negara Indonesia dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Republik Indonesia.
Pergeseran politik hukum terlihat dengan adanya pilihan hukum, cara pikirnya tak lagi didasarkan pada pergolongan penduduk tetapi berorientasi pada hak dari warga negara Indonesia yang beragama Islam. Secara individualsebaga masalah yang terletak diluar badan peradilan serta kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Mengenai hukum adat maka akan tertuju pada gambaran adanya masyarakat setempat yang ada di Indonesia terdapat banyak corak dan bentuk, dan terdapat pula aneka ragam agama yang dianut oleh masyrakat setempat. Yang dimaksud sebagai orang-orang yang beragama islam ialah mereka warga negara Indonesia yang beragama Islam (asas personal).
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa perkara waris yang ditunduk pada Hukum Waris BW dan Hukum Waris Adat. Metode pilihan hukumnya menjadi, warga negara Indonesia yang beragama Islam dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perkara warisnya ke Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama.

a.    Opsi hukum atau choice of law setelah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama.
Metode pilihan hukum atau choice of law dalam praktek menimbulkan permasalahan pada aspek keadilan, yakni ketidakadilan dalam menyelesaikan perkara waris bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam. ketidakadilan terletak pada prosesnya, prosesnya diserahkan pada pencari keadilan, proses pilihan hukum diajukan oleh pencari keadilan sendiri dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Dalam proses tersebut akan dijumpai persoalan persinggungan keadilan yaitu mengenai siapa ahli waris dan hak serta bagian para ahli waris, persinggungan keadilan itu karna dalam persepsi hukum waris menurut ketentuan Hukum Islam dan hukum waris menurut ketentuan Hukum waris BW serta hukum waris menurut ketentuan Hukum Adat adalah berbeda.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama merupakan produk hukum yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila serta berorientasi pada politik hukum nasional yaitu unifikasi hukum dan hanya mengenal 1 golongan penduduk yaitu warga negara Indonesia dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Republik Indonesia. Akan tetapi masih ada pluralisme hukum, khususnya dalam bidang hukum waris karna belum terbentuknya hukum waris nasional, maka dalam hal ini oleh pembentuk undang-undang pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dilakukan perubahan pada ayat 1 yaitu dengan meniadakan opsi hukum/pilihan hukum atau choice of law sebagai pemecahan masalahnya, maka dengan ditiadakannya opsi hukum dalam pasal 49 maka seluruh warga negara Indonesia yang beragama Islam baik keturunan Eropa, keturunan Tiong Hoa sampai keturunan Bumi Putera akan diberlakukan sistem hukum menrut ketentuan Hukum Waris Islam dalam perkara warisnya.
Dengan demikian maka Hukum Waris BW berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama non Islam baik keturuanan Eropa maupun Tiong Hoa dan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Hukum Waris Adat berlaku bagi warga negara Indonesia Bumi Putera atau Indonesia Asli yang ebragama non Islam dan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Hukum Waris Islam berlaku bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa, keturuanan Timur Asing Tiong Hoa dan Timur Asing lainnya, Bumi Putera atau Indonesia Asli yang beragama Islam dan menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Dalam segi kepraktisan peniadaan opsi hukum menjadi pemecahan masalah dalam penerapan hukum waris positif, namun menjadi permasalahan baru dalam segi akademis karna pembentuk undang-undang secara revolusioner melakukan pemaksaan terhadap berlakunya kaidah hukum Hukum Waris Islam bagi warga negara yang beragama Islam. Dalam aspek empiris kesadaran hukum waris BW bagi keturuanan Eropa dan keturunan Tiong Hoa dan kesadaran hukum waris Adat bagi warga negara Indonesia keturunan Bumi Putera atau Indonesia Asli sudah turun menurun yang menjelma menjadi perasaan hukum masyarakat yang berjalan ratusan bahkan ribuan tahun dengan seketika (secara revolusioner) harus menggunakan Hukum Waris Islam untuk menyelesaikan perkara waris di antara orang-orang yang beragama Islam, dalam artian Hukum Waris BW masih berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam baik keturunan Eropa maupun keturunan Tiong Hoa jika tanpa Sengketa atau dengan jalan musyawarah di luar pengadilan, sama halnya dengan berlakunya Hukum Waris Adat bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam baik keturunan Bumi Putera ataupun keturunan Indonesia Asli asalkan tanpa adanya sengketa atau dengan jalan musyawarah di luar Pengadilan.
Secara ekstrim dari aspek kewenangan mengadili perkara waris maka Pengadilan Negeri melayani proses penyelesaian Sengketa waris bagi warga negara Indonesia non Islam (minoritas) sedangkan Pengadilan Agama melayani proses penyelesaian Sengketa waris bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam (mayoritas).

Hukum Waris 1


1.    Pengaruh Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka dalam hal ini berlaku asas “Lex Posterior Derogate Lex Priori “, yaitu bahwa undang- undang baru membatalkan undang- undang terdahulu sejauh undang- undang tersebut mengatur hal yang sama.
Dan sejak diberlakukannya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut maka tidak diberlakukan lagi hukum perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata. Dan konsekuensinya adalah bagi orang- orang yang melakukan perkawinan sebelum diberlakukan UU Nomor 1 Tahun 1974 mereka tunduk pada sistem hukum waris KUHPerdata (BW), dan bagi orang- orang yang melakukan perkawinan setelah adanya UU No 1 Tahun 1974 maka tidak diberlakukan lagi hukum waris menurut KUHPerdata.
Indonesia mengenal tiga macam sistem hukum waris sebagai hukum positif yaitu Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW), Sistem Hukum Waris Adat dan Sistem Hukum Waris Islam. Hal ini berdasarkan atas ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, secara yuridis yang dimaksud dengan peralihan yaitu berlaku sementara sepanjang belum ditentukan hukum yang baru atas dasar UUD 1945 sebagai Hukum Nasional. Sistem hukum waris positif saat ini hanya berlaku sementara atas dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, sampai terbentuk peraturan baru yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila. Sebagai suatu sistem, hukum waris mempunyai hubungan yang bersifat sistemik dan sebagai akibat dari Sistem Hukum Keluarga dan dan Hukum Perkawinan. Dengan berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan, Kedudukan suami Isteri di dalam perkawinan dan Harta Benda Perkawinan yang berbeda dengan prinsip KUH Perdata (BW).
Sejak berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketiga Sistem Hukum Waris Positif posisinya mulai terlihat bersifat sementara, terutama Sistem Hukum Waris BW. Sebagai konsekuensinya, Hukum Perkawinan yang diatur dalam KUH Perdata (BW) dinyatakan tidak berlaku lagi sejak saat di undangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW) hanya berlaku bagi orang yang semula tunduk kepada KUH Perdata (BW) yang melangsungkan perkawinannya sebelum di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974, sedangkan mereka yang yang melakukan perkawinan seteleh di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tidak lagi diberlakukan ketentuan hukum waris menurut KUH Perdata (BW). Untuk Sistem Hukum Islam dan Sistem Hukum Adat masih berlaku sebagai hukum positif karna secara historis kedua sistem tersebut telah lama hidup dan berlaku dalam masyarakat yang sama yaitu masyarakat Indonesia yang beragama Islam, khususnya dalam bidang Hukum waris kedua sistem tersebut memegang peranan penting dalam mewujudkan cita-cita hukum yaitu sebagai sumber hukum terbentuknya Hukum Nasional. Berbeda dengan posisi Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW), Sistem Hukum Waris Islam dan Sistem Hukum Waris Adat kedepan akan menjadi sumber hukum potensial dalam terbentuknya Hukum Waris Nasional.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan salah satu bentuk produk Hukum Nasional yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila. Berkaitan dengan bidang hukum waris, maka dalam hal ini pembentuk Undang-undang melalui UU No. 1 Tahun 1974  melakukan perubahan politik hukum terhadap aspek hukum keluarga dan perkawinan.
Perkawinan bertujuan membentuk keluarga, dan keluarga akan menjadi dasar pembentukan masyarakat nasional (basic sosial structure). Dengan di tetapkannya politik hukum di bidang hukum keluarga dan perkawinan maka prinsip-prinsip dasar keluarga yang di berlakukan secara nasional merupakan nilai baru yang menjadi arah dalam melakukan sosial engeneering. Perubahan yang dimaksud ialah perubahan masyarakat secara revolusioner yang berorientasi pada politik hukum nasional yaitu unifikasi hukum dan tidak adanya pergolongan penduduk dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara indonesia sehingga tidak lagi berorientasi pada politik hukum Pemerintahan Hindia Belanda yaitu pluralisme hukum dan adanya pergolongan penduduk di indonesia.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 merupakan bentuk unifikasi hukum berdasarkan politik hukum nasional dan di berlakukan bagi seluruh warga negara indonesia di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. secara normatif terjadi perubahan revolusioner dan mendasar terhadap sistem hukum perkawinan dan struktur hukum keluarga masyarakat Indonesia karena Undang-undang tersebut di berlakukan secara serentak bagi seluruh warga negara Indonesia sejak saat di berlakukan.
Dengan telah di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bagi seluruh warga negara Indonesia termasuk yang beragama islam, maka para ulama membentuk Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hasil dari interpretasi hukum mengenai hukum keluarga dan perkawinan serta hukum waris dengan berlandaskan Inpres No. 1 Tahun 1991.

UU No. 1 tahun 1974 ini sangat berarti dalam perkembangan Peradilan Agama di Indonesia, karena selain menyelamatkan keberadaan Peradilan Agama sendiri, sejak disahkan UU No. 1 tahun 1974 tentanng Perkawinan jo. PP No. 9 tahun 1975 tentang peraturan Pelaksanaanya, maka terbit pulalah ketentuan Hukum Acara di Peradilan Agama, biarpun baru sebagian kecil saja. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menampak menjelaskan kedudukan Peradilan Agama dalam sistem peradilan di Indonesia. Hanya saja putusan dan penetapan Pengadilan Agama tidak dapat dilaksanakan sebelum ada pengukuhan dari Peradilan Umum.
Sebelum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Hukum Waris Positif masih berorientasi pada politik hukum Pemerintah Hindia Belanda yaitu, adanya pluralisme hukum dan pergolongan penduduk. Satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara warisan adalah Pengadlan Negeri, opsi hukum atau choice of law terjadi karena golongan penduduk dari masyarakat Bumi Putera yang beragama Islam berada pada dua wilayah hukum, yaitu Hukum Islam dan Hukum Adat.
Jika mereka tidak menggunakan haknya untuk melakukan pilihan hukum maka oleh Pengadilan Negeri akan diterapkan Hukum Adat dan dalam pandangan Pemerintah Hindia  Belanda Hukum Islam bukan Undang-undang melainkan hanya bagian dari Hukum Adat. dalam hal ini para pihak dapat mengajukan permohonan pada hakim agar perkara warisnya di periksa dan di adili dengan menggunakan Hukum Islam. Pada waktu itu Pengadilan Agama hanya mempunyai kewenangan dalam aspek NTR (Nikah, Talak, dan Rujuk).
Dalam kaitannya dengan opsi hukum atau choice of law maka persyaratan yang harus di penuhi pada saat itu untuk adanya hak melakukan pilihan hukum ialah ;
1.    Semua pihak dalam perkara yang di ajukan harus beragama Islam, Hukum Waris Islam hanya di terapkan bagi orang-orang yang beragama Islam saja, jika salah satu pihak tidak beragama Islam maka dalam perkaranya akan diterapkan Hukum Waris Adat.
2.    Semua pihak sepakat perkara warisnya diperiksa dan diadili dengan Hukum Waris Islam. dalam hal ini perkara perdata oleh hukum diberikan pilihan hukum untuk memilih hukum yang merefleksikan rasa keadilannya.

Selasa, 06 Maret 2012

Love and Time


Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak ada CINTA, kesedihan, kegembiraan, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.
Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. CINTA sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air semakin naik membasahi kakinya.
Tak lama CINTA melihat kekayaan sedang mengayuh perahu, Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!, teriak CINTA Aduh! Maaf, CINTA!, kata kekayaan Aku tak dapat membawamu serta nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini. Lalu kekayaan cepat-cepat pergi mengayuh perahunya. CINTA sedih sekali, namun kemudian dilihatnya kegembiraan lewat dengan perahunya. Kegembiraan! Tolong aku!, teriak CINTA. Namun kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak dapat mendengar teriakan CINTA. Air semakin tinggi membasahi CINTA sampai ke pinggang dan CINTA semakin panik.
Tak lama lewatlah kecantikan Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!, teriak CINTA Wah, CINTA kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu pergi. Nanti kau mengotori perahuku yang indah ini, sahut kecantikan. CINTA sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat kesedihan. Oh kesedihan, bawlah aku bersamamu!, kata CINTA. Maaf CINTA. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja.., kata kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. CINTA putus asa.
Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara. CINTA! Mari cepat naik ke perahuku! CINTA menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, CINTA turun dan perahu itu langsung pergi lagi. Pada saat itu barulah CINTA sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. CINTA segera bertanya pada penduduk pulau itu.Yang tadi adalah WAKTU, kata penduduk itu. Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolong tanya CINTA heran.

Sebab HANYA WAKTULAH YANG TAHU BERAPA NILAI SESUNGGUHNYA DARI CINTA ITU